MAKALAH
DISINTEGRASI BANGSA YANG BERHUBUNGAN DENGAN IDEOLOGI PADA
PEMBERONTAKAN PKI MADIUN DAN PEMBERONTAKAN G 30 S/PKI
KATA PENGANTAR
Puji syukur
Alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah, karena atas rahmat, taufiq, dan hidayah-Nyalah sehingga kami dapat
menyelesaikan Makalah Sejarah Indonesia Mengenai “Pemberontakan PKI Madiun dan pemberontakan G30SPKI”.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah meluangkan waktunya untuk
membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini.
Kami menyadari
bahwa dalam penyusunan makalah ini, tentu masih terdapat beberapa kesalahan dan
masih jauh dari yang diharapkan. Maka dari itu, kami membutuhkan kritik dan
saran yang bersifat membangun, agar kedepannya dapat mencapai kesempurnaan.
Akhir kata, semoga Makalah ini dapat digunakan dan
dimanfaatkan bagi kita semua. Amin.
Bengkulu, 11 Agustus 2016
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar.........................................................................................................................i
Daftar Isi...................................................................................................................................ii
BAB
1.........................................................................................................................................1
1.1
Latar
Belakang.....................................................................................................................1
1.2
Rumusan
masalah.................................................................................................................2
1.3
Tujuan...................................................................................................................................2
BAB 2.........................................................................................................................................3
A.
Pembahasan.........................................................................................................................3
2.1 Gerakan 30 September 1965.........................................................................................3
2.1.1 Latar Belakang ...................................................................................................3
2.1.2 Usaha – Usaha Yang Di Lakukan PKI Untuk Memperluas Pengaruhnya..........4
2.1.3
Bentuk-Bentuk Yang Dilakukan “PKI” Pada Tanggal 30 September 1965.......5
2.1.4
Operasi Penumpasan G 30 S/PKI........................................................................5
2.1.5 Dampak Gerakan
30 September 1965.................................................................6
2.2 Pemberontakan PKI
Madiun........................................................................................7
2.2.1 Latar Belakang Pemberontakan Pki Madiun 1948...............................................7
2.2.2 Upaya Bangsa Indonesia Menumpas Pki
Madiun................................................7
2.2.3 Puncak
Pemberontakan Pki Madiun 1948............................................................7
2.2.4
Fakta Sejarah Pki
Madiun....................................................................................8
2.2.5
Korban Pki Madiun
1948...................................................................................10
2.3 Upaya
Pencegahan Disentegrasi Bangsa....................................................................12
BAB 3.......................................................................................................................................13
B. Penutup.........................................................................................................................13
3.1
Kesimpulan............................................................................................................13
3.2 Saran......................................................................................................................13
Daftar
Pustaka........................................................................................................................14
BAB 1
PEMBUKAAN
1.1
LATAR BELAKANG
Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat
mengandung potensi kerawanan akibat keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama,
ras dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
potensi timbulnya konflik. Dengan semakin marak dan meluasnya konflik
akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam
masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya
konflik yang bernuansa SARA, serta munculya gerakan-gerakan yang ingin
memisahkan diri dari NKRI akibat dari ketidakpuasan dan perbedaan kepentingan.
Apabila kondisi ini tidak dikelola dengan baik akhirnya akan berdampak pada
disintegrasi bangsa. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling
tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan tindakan-tindakan bijaksana untuk
menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan menjadi permasalahan yang
berkepanjangan.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disentegrasi) bangsa di
tanah air yang dapat digambarkan sebagai penuh konflik dan pertikaian,
gelombang reformasi yang tengah berjalan menimbulkan berbagai kecenderungan dan
realitas baru. Segala hal yang terkait dengan Orde Baru termasuk format politik
dan paradigmanya dihujat dan dibongkar. Bermunculan pula aliansi ideologi dan
politik yang ditandai dengan menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring
dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar Jawa agar mendapatkan
otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin menambah permasalahan, manakala
diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan segala
permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi
karena perlakuan yang tidak adil dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah
khususnya pada daerah-daerah yang memiliki potensi sumber daya/kekayaan alamnya
berlimpah/ berlebih, sehingga daerah tersebut mampu menyelenggarakan
pemerintahan sendiri dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang tinggi.
Contoh-contoh dari permasalahan disentegrasi salah satu-nya yakni pemberontakan PKI di Madiun dan pemberontakan
gerakan 30 september PKI pada tahun 1965.
Pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya
Kabinet AMIR Syarifuddin tahun 1948, yaitu tertanda-tanganinya perundingan
Renville yang merugikan Indonesia sehingga Amir Syarifuddin turun dari
Kabinetnya dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Sejak saat itu ia merasa kecewa
kemudian ia membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) tanggal 28 Juni 1948. FDR
ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, PKI, SOBSI. Pada tanggal 11
Agustus 1948, Muso tiba dari Moskow. Semenjak kedatangan Muso bersatulah kekuatan
PKI dan FDR, dibawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin gerakan PKI ini
memuncak pada tanggal 18 September 1948.
G 30 S PKI
(Gerakan 30 September PKI) adalah sebuah
peristiwa yang terjadi pada tanggal 30 September sampai 1 Oktober 1965 di mana
enam perwira tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh
dalam suatu usaha kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis
Indonesia (PKI).
1.2
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud
dengan disentegrasi yang berhubungan dengan ideologi?
2.
Mengapa bisa
terjadinya disentegrasi?
3.
Apa penyebab
terjadinya pemberontakan PKI di Madiun?
4.
Bagaimana
penuntasan pemberontakan PKI di madiun?
5.
Apa penyebab
terjadinya pemberontakan gerakan 30 september 1965?
6.
Bagaimana
penuntasan pemberontakan G 30 S 1965?
1.3
TUJUAN
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan disentegrasi,
penyebab terjadinya disentegrasi, penyebab terjadinya pemberontakan PKI di
Madiun dan Gerakan 30 september 1965 serta penutasannya.
BAB 2
PEMBAHASAN
Disintegrasi adalah keadaan tidak bersatu padu yang
menghilangnya keutuhan atau persatuan serta menyebabkan perpecahan. Sedangkan
Disintegrasi Bangsa yaitu perpecahan atau hilangnya persatuan suatu bangsa yang
mengakibatkan perpecahan. Secara umum pernyebab disintegrasi bangsa adalah
karena rasa tidak puas dan ketidakadilan masyarakat terhadap pemerintahan yang
mengakibatkan pemborantakan atau separatisme. Walaupun begitu banyak faktor
lain yang menyebabkan disintegrasi suatu bangsa seperti timbulnya perpecahan
antar, suku dan agama, konflik berkepanjangan, ketidakpercayaan, perang saudara
pergolakan daerah, kriminalitas, aksi protes dan demonstrasi, prostitusi,
kenakalan remaja.
Ideologi negara Indonesia yaitu Pancasila, akan tetapi
semakin kesini paham akan idelogi semakin memudar dan akibatnya masyarakat
mudah dipengaruhi kelompok - kelompok tertentu demi kepentingan mereka pribadi.
Disintegrasi bangsa yang diakibatkan oleh perpecahan
ideologi merupakan hal substansial yang harus dicegah dan dihilangkan dari
persatuan dan kesatuan NKRI. Berikut adalah penjelasana tentang disintegrasi
bangsa dari dasar ideologi pada pemberontakan G30S/PKI dan pemberontakan PKI
Madiun
2.1 GERAKAN
30 SEPTEMBER 1965
2.1.1 LATAR BELAKANG
Partai Komunis
Indonesia sudah dua kali melakukan usaha kudeta / perebutan kekuasaan.
Usaha yang pertama pada tahun
1948 mengalami kegagalan karena PKI terlalu terburu – buru untuk melakukan
kudeta padahal persiapannya belum matang.Sehingga pemerintah melalui TNI dapat
dengan mudah menumpasgerakan PKI Madiun.
Selama kurun waktu 1948 – 1965 PKI berusaha menyusun kekuatan kembali
untuk melakukan kudeta. Selama ±17 tahun, PKI berusaha keras menyusun kekuatan
untuk mewujudkan tujuan dan ambisi gerakan mereka.Mereka melakukan berbagai
usaha agar tujuannya tercapai. Namun, PKI tidak mau gegabah sehingga dalam melakukan
berbagai usaha, mereka memakai cara dan taktik yang lebih bersifat damai.
Faktor – factor yang
mendorong PKI untuk melakukan pemberontakan tahun 1965 :
a. PKI ingin mendirikan negara sendiri berdasarkan asas komunis
PKI ingin mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi
komunis. Paham yang ingin mengangkat derajat rakyat kecil ( kaum buruh & tani ), dengan pinsip sama rata- sama rasa . Dalam
paham ini, tidak dikenal adanya Tuhan, mereka tidak mengakui adanya
ke-Esa-an dan keberadaan Tuhan. PKI
berpendapat bahwa paham mereka lebih baik dan lebih pantas digunakan untuk
memimpin negara Indonesia.
b. PKI ingin melakukan perebutan kekuasaan Presiden Soekarno (
kudeta )
Setelah berhasil mendekati dan mempengaruhi Presiden
Soekarno, PKI ingin segera mengambil alih kepemimpinan dengan melakukan kudeta.
Selain itu, PKI juga melihat kesehatan Presiden Soekarno yang terus memburuk
sehingga tidak lagi bisa dimanfaatkan.
2.1.2 USAHA
– USAHA YANG DI LAKUKAN PKI UNTUK MEMPERLUAS PENGARUHNYA
a)
Mengadakan perekrutan
anggota
Untuk
mewujudkan cita – citanya, PKI melakukan usaha perekrutan anggota, karena basis
kaum tani dan buruh masih lemah mereka bekerja sama dengan kaum borjuis. Dari
tahun ke tahun, jumlah anggota PKI mengalami perkembangan pesat. Pada tahun
1965, yang terdaftar menjadi anggota partai tercatat 3,5 juta. Jumlah ini akan
meningkat jika ditambah dari organisasi yang berafiliasi dengan PKI menjadi 20
juta. PKI menjadi partai komunis terbesar di luar negara – negara komunis
b)
Pada akhir tahun 1963,
PKI melancarkan “ aksi sepihak “
PKI
beserta para pendukungnya mengambil alih tanah penduduk dan tanah perkebunan
milik pemerintah, kemudian membuka lahan pertanian atau pemukiman di atas tanah
yang diduduki. Proses pengambilalihan tanah ini di lakukan dengan jalan
kekerasan dan pemaksaan.
c)
Indoktrinasi melalui
Lembaga Kebudayaan Rakyat ( LEKRA )
Lekra merupakan sat organisasi pendukung PKI
yang bergerak dalam bidang kebudayaan. Melalui lembaga ini, PKI berusaha menyebarkan
paham komunis. Lekra menyerang dan memusuhi Manikebu yang merupakan wadah
kelompok budayawan karena dianggap antirevolusioner dan berbau liberalism serta
dibiyai oleh CIA. PKI menyerang Manikebu ( Manifestasi kebudayaan ) karena
lembaga ini menentang adanya dominasi ideology tertentu dalam kegiatan seni dan
intelektual. Karena tuduhan yang dilancarkan PKI, manikebu dibubarkan juga oleh
Presiden Soekarno dan di larang berorganisasi.
d)
Menyusup dalam tubuh
ABRI, AL, dan Kepolisian
PKI
juga mempengaruhi beberapa orang perwira dalam tubuh ABRI, TNI AL, dan
Kepolisian Negara, sehingga muncul sikap saling curiga diantara anggota dan
angkatan tersebut.
Dalam
tubuh ABRI, PKI membentuk polibiro untuk menentukan dan melakukan segala
sesuatu yang berhubungan dengan ABRI. PKI merekrut anggota ABRI yang bersimpati
dengan PKI Madiun, anggota yang kecewa dan sakit hati dan anggota ABRI yang
masih muda.
e)
Menyebarkan isu
tentang kesehatan Presiden Soekarno
PKI
sangat tergantung pada Presiden Soekarno, sehingga ketika mendengar kabar bahwa
Presiden Soekarno sakit keras dan bahkan bisa lumpuh dan meninggal segera
dimanfaatkan oleh PKI. PKI menyebarkan berita ini sebagai alasan mempercepat
kudeta sebelum kematian Presiden Soekarno. PKI langsung menyusun kekuatan fisik
bersenjata dengan mengadakan latihan militer Pemuda Rakyat dan Gerwani
2.1.3
BENTUK-BENTUK YANG DILAKUKAN “PKI” PADA TANGGAL 30 SEPTEMBER 1965
a.
Mengadakan rapat
Koordinasi terakhir pada Kamis, 30 September 1965
Isu
tentang kesehatan Presiden Soekarno membuat PKI ingin segera mewujudkan rencana
kudeta. Rapat koordinasi Dewan Militer Polit biro PKI yang dihadiri pimpinan
tertinggi PKI, DN. Aidit memutuskan untuk segera melancarkan gerakan operasi
membabat semua musuh – musuh revolusi.Hari H dan jam yang telah ditentukan
disepakati untuk memulai gerakan operasi.
b.
Menculik sejumlah
perwira tinggi Angkatan Darat ( AD )
PKI
melakukan penculikan terhadap para perwiratinggi AD yang mereka yakini akan
melakukan tindakan makar terhadap Presiden Soekano secara serentak pada 1
Oktober 1965 dini hari. Operasi ini dipimpin oleh Letkol Untung dengan pasukan
Cakrabirawa ( sekarang PasPamPres), para pemuda Rakyat dan Gerwani. Target
penculikan mereka adalah Jenderal A.H. Nasution, Letjen Achmad Yani, Mayjen
Suprapto, Mayjen S. Parman, Mayjen M.T. Haryono, Brigjen Sutoyo S, Brigjen D.I.
Panjaitan. PKI gagal menculik A. H. Nasution namun putrinya Ade Irma Suryani
menjadi korban keganasan PKI.
c.
Menguasai Gedung RRI
di Jalan Merdeka Barat, Jakarta
Setelah
berhasil menculik dan menyiksa para jendral AD, PKI melakukan langkah
selanjutnya. PKI menguasai gedung RRI dan menyiarkan berita bahwa mereka
berhasil “mengamankan ibu kota Jakarta & menindak para dewan jenderal yang
ingin melakukan kudeta terhadap kekuasaan Presiden Soekarno. PKI juga berhasil
menguasai gedung telekomunikasi
d.
Menguasai Monas dan
istana kepresidenan
Pada
pagi 1 Oktober 1965, kawasan merdeka di sekitar Monas dan istana kepresidenan
juga dijaga oleh pasukan – pasukan dari Kodam Diponegoro ( Yon 454 – bekas
batalyon Untung) dan Brawijaya ( Yon 530 ) atas perintah pimpinan pemberontak.
e.
Gerakan 30 September
di berbagai daerah
Selain
di Jakarta, PKI juga melakukan gerakan di berbagai daerah seperti Yogyakarta,
Klaten, Solo, Bandung, dll. Di Yogyakarta, PKI menculik dan membunuh Kolonel
Katamso & Letkol Sugiyono. PKI juga melakukan terror bahkan pembunuhan
terhadap kelompok non komunis terutama kaum agama & nasionalis.
2.1.4 OPERASI PENUMPASAN G 30 S/PKI
Karena terjadi kekosongan pimpinan
Angkatan Darat, Mayjen Soeharto merasa bertanggung jawab atas keamanan ibukota
Jakarta dan Presiden Soekarno. Soeharto kemudian memimpin koordinasi dan
operasi penumpasan G 30 S/PKI. Soeharto kemudian berhasil mengusai kembali RRI
. Langkah selanjutnya mengepung Lubang Buaya dan mencari keberadaan para
jenderal yang di culik. Soeharto juga berhasil
menyeret pelaku gerakan 30 september ke Mahmilub yang mengakibatkan
mereka mendapatkan hukuman mati maupun mendekam penjara selama bertahun –tahun.
2.1.5 DAMPAK GERAKAN
30 SEPTEMBER 1965
a. Di bidang politik
Terjadinya ketidakstabilan politik
Terjadinya konflik horizontal ( antar penduduk ) yakni orang – orang anti
komunis
dengan anggota PKI
Mulai merosotnya kewibawaan Presiden
Soekarno karena Presiden Soekano
tidak mengutuk tindakan PKI dan tidak
mengambil tindakan tegas terhadap PKI
b. Di bidang ekonomi
● Kelangkaan bahan makanan
● Harga barang – barang melambung tinggi
● Inflasi mencapai 100 % setahun
● Harga bahan bakar naik
c. Di bidang social
Dampak
di bidang social berupa gerakan demonstrasi rakyat dan mahasiswa menuntut
Presiden Soekarno menyelesaikan berbagai konflik dan mengambil tindakan tegas
terhadap PKI.
2.2 PEMBERONTAKAN PKI MADIUN
2.2.1
LATAR BELAKANG PEMBERONTAKAN PKI MADIUN 1948
Pemberontakan PKI di Madiun tidak
bisa lepas dari jatuhnya Kabinet AMIR Syarifuddin tahun 1948, yaitu
tertanda-tanganinya perundingan Renville yang merugikan Indonesia sehingga Amir
Syarifuddin turun dari Kabinetnya dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Sejak saat
itu ia merasa kecewa kemudian ia membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) tanggal
28 Juni 1948. FDR ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, PKI, SOBSI. Pada
tanggal 11 Agustus 1948, Muso tiba dari Moskow. Semenjak kedatangan Muso
bersatulah kekuatan PKI dan FDR, dibawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin
gerakan PKI ini memuncak pada tanggal 18 September 1948.
2.2.2
UPAYA BANGSA INDONESIA MENUMPAS PKI MADIUN
Presiden Soekarno dan Moh Hatta
segera melancarkan operasi penumpasan dengan GOM (Gerakan Operasi Militer).
Panglima Jendral Soedirman kemudian mengeluarkan perintah harian yang berisi
menunjuk Kolonel Gatot Soebroto sebagai Gubernur Jateng dan Kolonel Sungkono
Gubernur Militer Jatim diperintahkan untuk memimpin dan menggerakkan pasukan
untuk menumpas pemberontakan PKI di Madiun dan sekitarnya. Pada tanggal 10
September 1948 keadaan di Madiun segera dapat dikendalikan oleh pemerintah
Indonesia. Muso tewas di Ponorogo, Amir Syarifuddin tertangkap di Purwodadi.
Pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948, yaitu tandatanganinya perundingan Renville, ternyata perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Maka Amir Syarifuddin turun dari kabinetnya dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Ia merasa kecewa karena kabinetnya jatuh kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948.
Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Pada tanggal 11 Agustus 1948, Muso tiba dari Moskow. Semenjak kedatangan Muso bersatulah kekuatan PKI dan FDR dibawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin.
Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain :
1. Melancarkan propaganda anti pemerintah.
2. Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrok senjata di Solo 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945 Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
Pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun 1948, yaitu tandatanganinya perundingan Renville, ternyata perundingan Renville yang sangat merugikan Indonesia. Maka Amir Syarifuddin turun dari kabinetnya dan digantikan oleh Kabinet Hatta. Ia merasa kecewa karena kabinetnya jatuh kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 1948.
Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Pada tanggal 11 Agustus 1948, Muso tiba dari Moskow. Semenjak kedatangan Muso bersatulah kekuatan PKI dan FDR dibawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin.
Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain :
1. Melancarkan propaganda anti pemerintah.
2. Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik karung di Delanggu Klaten.
3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misalnya dalam bentrok senjata di Solo 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945 Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.
2.2.3 PUNCAK
PEMBERONTAKAN PKI MADIUN 1948
Gerakan PKI ini mencapai pucaknya pada tanggal 18 September
1948. PKI dibawah pimpinan Muso dan Amir Syarifuddin melancarkan pemberontakan
yang dipusatkan di Madiun dan sekitarnya. Banyak pejabat pemerintah dan tokoh
agama diculik dan dibunuh secara sadis. Mereka dibantai oleh orang-orang PKI di
soco Gorang Gareng (Magetan) dan Kresek (Madiun). Muso-Amir Syarifuddin
kemudian memproklamasikan berdirinya Negara Republik Soviet Indonesia.
Susunan pemerintah Negara Republik Soviet Indonesia adalah :
Kepala Negara : Muso
Kepala Pemerintahan : Amir Syarifuddin.
Panglima Angkatan Perang : Kol. Joko Suyono.
Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun.
Susunan pemerintah Negara Republik Soviet Indonesia adalah :
Kepala Negara : Muso
Kepala Pemerintahan : Amir Syarifuddin.
Panglima Angkatan Perang : Kol. Joko Suyono.
Tujuannya untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu bersamaan, gerakan PKI dapat merebut tempat-tempat penting di Madiun.
2.2.4 FAKTA SEJARAH PKI MADIUN
Berikut ini tulisan dari sejarawan bernama Agus
Sunyoto yang mengungkapkan fakta sejarah bagaimana kebiadaban PKI dalam upaya
melakukan makar dan pemberontakan, ribuan nyawa umat Islam Indonesia telah
menjadi kurban, simbol-simbol Islam telah dihancurkan.
Kebiadaban PKI Madiun 1948
Terhadap Ulama NU
“Tanggal 18 September 1948 pagi
sebelum terbit fajar, sekitar 1500 orang pasukan FDR/PKI – 700 orang
diantaranya dari Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Pandjang Djoko Prijono –
bergerak ke pusat Kota Madiun. Kesatuan CPM, TNI, Polisi, aparat pemerintahan
sipil terkejut ketika diserang mendadak. Terjadi perlawanan singkat di markas
TNI, kantor CPM, kantor Polisi. Pasukan Pesindo bergerak cepat menguasai
tempat-tempat strategis di Madiun. Saat fajar terbit, Madiun sudah jatuh ke
tangan FDR/PKI. Sekitar 350 orang ditahan.“
KEBERHASILAN FDR/PKI menguasai Madiun disusul
terjadinya aksi penjarahan, penangkapan sewenang-wenang terhadap musuh PKI,
menembak musuh PKI, kegemparan dan kepanikan pun pecah di kalangan penduduk,
diiringi tindakan-tindakan bersifat fasisme yang berlangsung dengan mengerikan.
Semua pimpinan Masyumi dan PNI ditangkap atau dibunuh. Orang-orang berpakaian
Warok Ponorogo dengan senjata revolver dan kelewang menembak atau menyembelih orang-orang
yang dianggap musuh PKI. Mayat-mayat bergelimpangan di sepanjang jalan. Bendera
merah putih dirobek diganti bendera merah berlambang palu arit. Potret Soekarno
diganti potret Moeso. Seorang wartawan Sin Po yang berada di Madiun, menuliskan
detik-detik ketika PKI pamer kekejaman itu dalam reportase yang diberi judul:
‘Kekedjeman kaoem Communist; Golongan Masjoemi menderita paling heibat; Bangsa
Tionghoa “ketjipratan” djoega.’
Pada detik, menit dan jam yang hampir sama, di Kota
Magetan sekitar 1.000 orang pasukan FDR/PKI – 700 orang diantaranya dari
Kesatuan Pesindo pimpinan Mayor Moersjid — bergerak cepat menyerbu Kabupaten,
kantor Komando Distrik Militer (Kodim), Kantor Onder Distrik Militer (Koramil),
Kantor Resort Polisi, rumah kepala pengadilan, dan kantor pemerintahan sipil di
Magetan. Sama dengan penyerangan mendadak di Madiun, setelah menguasai Kota
Magetan dan menawan Bupati, Patih, Sekretaris Kabupaten, Jaksa, Ketua
Pengadilan, Kapolres, komandan Kodim, dan aparat Kabupaten Magetan, terjadi
aksi penangkapan terhadap tokoh-tokoh Masyumi dan PNI di kampung-kampung,
pesantren-pesantren, desa-desa, pabrik gula, diikuti penjarahan, penyiksaan,
dan bahkan pembunuhan. Wartawan Gadis Rasid yang menyaksikan pembantaian massal
di Gorang-gareng, Magetan, menulis reportase tentang kebiadaban FDR/PKI
tersebut. Pembunuhan, perampokan dan penangkapan yang dilakukan FDR/PKI itu
diberitakan surat kabar Merdeka 1 November 1948.
Meski tidak sama dengan aksi serangan di Madiun dan
Magetan yang sukses mengambil alih pemerintahan, serangan mendadak yang sama
pada pagi hari tanggal 18 September 1948 itu dilakukan oleh pasukan FDR/PKI di
Trenggalek, Ponorogo, Pacitan, Ngawi, Purwodadi, Kudus, Pati, Blora, Rembang,
Cepu. Sama dengan di Madiun dan Magetan, aksi serangan FDR/PKI meninggalkan
jejak pembantaian massal terhadap musuh-musuh mereka. Antropolog Amerika,
Robert Jay, yang ke Jawa Tengah tahun 1953 mencatat bagaimana PKI melenyapkan
tidak hanya pejabat pemerintah, tapi juga penduduk, terutama ulama-ulama ortodoks,
santri dan mereka yang dikenal karena kesalehannya kepada Islam: mereka itu
ditembak, dibakar sampai mati, atau dicincang-cincang. Mesjid dan madrasah
dibakar, bahkan ulama dan santri-santrinya dikunci di dalam madrasah, lalu
madrasahnya dibakar. Tentu mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena ulama itu
orang-orang tua yang sudah ubanan, orang-orang dan anak-anak laki-laki yang
baik yang tidak melawan. Setelah itu, rumah-rumah pemeluk Islam dirampok dan
dirusak.
Tindakan kejam FDR/PKI selama menjalankan aksi kudeta
itu menyulut amarah Presiden Soekarno yang mengecam tindakan tersebut dalam
pidato yang berisi seruan bagi “rakyat Indonesia untuk menentukan nasib sendiri
dengan memilih: ikut Muso dengan PKI-nya yang akan membawa bangkrutnya
cita-cita Indonesia merdeka-atau ikut Soekarno-Hatta, yang Insya Allah dengan
bantuan Tuhan akan memimpin Negara Republik Indonesia ke Indonesia yang
merdeka, tidak dijajah oleh negara apa pun juga. Presiden Soekarno menyeru agar
rakyat membantu alat pemerintah untuk memberantas semua pemberontakan dan
mengembalikan pemerintahan yang sah di daerah. Madiun harus lekas di tangan
kita kembali.”
Seruan Presiden Soekarno disambut oleh Menteri
Hamengkubuwono yang disusul sambutan Menteri Soekiman dan Jenderal Soedirman
yang membacakan surat keputusan pengangkatan Mayor Jenderal Soengkono sebagai
panglima militer Jawa Timur. Tanggal 23 September 1948 Menteri Agama KH
Masjkoer mengucapkan pidato radio yang tegas menyebutkan bahwa tindakan merebut
kekuasaan bertentangan dengan agama dan sama seperti perbuatan permusuhan
orang-orang yang pro Belanda. Dengan janji-janji palsu rakyat dipengaruhi,
dibujuk, dihasut, dipaksa dan dijadikan tameng oleh PKI Moeso.
Pidato Menteri Agama KH Masjkoer yang menyatakan bahwa
rakyat dipengaruhi, dibujuk, dihasut, dipaksa dan dijadikan tameng oleh PKI
Moeso tidak mengada-ada. Itu bukti sewaktu pidato Presiden Soekarno dicetak
sebagai selebaran yang disebarkan kepada penduduk melalui pesawat terbang.
Seketika – usai membaca selebaran berisi pidato Presiden Soekarno – penduduk
yang dipersenjatai oleh PKI beramai-ramai meletakkan senjata. Mereka duduk di
trotoar jalan dalam keadaan bingung. Mereka terkejut dan bingung sewaktu sadar
bahwa gerakan yang mereka lakukan itu ternyata ditujukan untuk melawan Presiden
Soekarno. Mereka pun mulai bertanya-tanya tentang siapa sejatinya Moeso yang
mengaku pemimpin rakyat itu.
Sejarah mencatat, bahwa antara tanggal 18 – 21
September 1948 gerakan makar FDR/PKI yang dilakukan dengan sangat cepat itu
tidak bisa dimaknai lain kecuali sebagai pemberontakan. Sebab dalam tempo hanya
tiga hari, FDR/PKI telah membunuh pejabat-pejabat negara baik sipil maupun
militer, tokoh masyarakat, tokoh politik, tokoh pendidikan, bahkan tokoh agama.
Dengan kekejaman khas kaum komunis – seperti kelak dipraktekkan lagi di
Kampuchea selama rezim Pol Pot berkuasa — bagian terbesar dari mayat-mayat yang
dibunuh dengan sangat kejam oleh FDR/PKI itu dimasukkan ke dalam sumur-sumur
“neraka” secara tumpuk-menumpuk dan tumpang-tindih. Sebagian lagi di antara
tawanan FDR/PKI ditembak di “Ladang Pembantaian” di Pabrik Gula Gorang-gareng
maupun di Alas Tuwa.
2.2.5 KORBAN PKI MADIUN 1948
Setelah gerakan makar FDR/PKI berhasil ditumpas oleh
TNI yang dibantu masyarakat, awal Januari tahun 1950 sumur-sumur “neraka” yang
digunakan FDR/PKI mengubur korban-korban kekejaman mereka dibongkar oleh
pemerintah. Berpuluh-puluh ribu masyarakat dari Magetan, Madiun, Ngawi,
Ponorogo, Trenggalek berdatangan menyaksikan pembongkaran sumur-sumur “neraka”.
Mereka bukan sekedar melihat peristiwa langka itu, kebanyakan mereka mencari
anggota keluarganya yang diculik PKI.
Diantara sumur-sumur “neraka” yang dibongkar itu,
informasinya diketahui justru berdasar pengakuan orang-orang PKI sendiri. Dalam
proses pembongkaran sumur-sumur “neraka” itu terdapat tujuh lokasi ditambah dua
lokasi pembantaian di Magetan, yaitu: 1. sumur “neraka” Desa Dijenan,
Kec.Ngadirejo, Kab.Magetan; 2. Sumur “neraka” I Desa Soco, Kec.Bendo,
Kab.Magetan; 3. Sumur “neraka” II Desa Soco, Kec.Bendo, Kab,Magetan; 4. Sumur
“neraka” Desa Cigrok, Kec.Kenongomulyo, Kab.Magetan, 5. Sumur “neraka” Desa
Pojok, Kec.Kawedanan, Kab.Magetan; 6. Sumur “neraka” Desa Batokan,
Kec.Banjarejo, Kab.Magetan; 7. Sumur “neraka” Desa Bogem, Kec.Kawedanan,
Kab.Magetan; dan dua lokasi killing fields yang digunakan FDR/PKI membantai
musuh-musuhnya, yaitu ruang kantor dan halaman Pabrik Gula Gorang-gareng dan
Alas Tuwa di dekat Desa Geni Langit di Magetan.
Fakta kekejaman FDR/PKI dalam gerakan pemberontakan
tahun 1948 disaksikan puluhan ribu warga masyarakat yang menonton pembongkaran
sumur-sumur “neraka” itu, yang setelah diidentifikasi diperoleh sejumlah nama
pejabat pemerintahan sipil maupun TNI, ulama, tokoh Masjoemi, tokoh PNI,
Polisi, Camat, Kepala Desa, bahkan Guru. Berikut daftar sebagian nama-nama
korban kekejaman FDR/PKI tahun 1948 yang diperoleh dari pembongkaran sumur
“neraka” Soco I dan sumur “neraka” Soco II, yang terletak di Desa Soco, Kec.
Bendo, Kab.Magetan:
SUMUR “NERAKA” SOCO I: 1. Soehoed, camat Magetan; 2.
R. Moerti, Kepala Pengadilan Magetan; 3. Mas Ngabehi Soedibyo, Bupati Magetan;
4. R. Soebianto; 5. R. Soekardono, Patih Magetan; 6. Soebirin; 7. Imam Hadi; 8.
R. Joedo Koesoemo; 9. Soemardji; 10. Soetjipto; 11. Iskak; 12. Soelaiman; 13.
Hadi Soewirjo; 14. Soedjak; 15. Soetedjo; 16. Soekadi; 17. Imam Soedjono; 18.
Pamoedji; 19. Soerat Atim; 20. Hardjo Roedino; 21. Mahardjono; 22. Soerjawan;
23. Oemar Danoes; 24. Mochammad Samsoeri; 25. Soemono; 26. Karyadi; 27.
Soerdradjat; 28. Bambang Joewono; 29. Soepaijo; 30. Marsaid; 31. Soebargi; 32.
Soejadijo. 33. Ridwan; 34. Marto Ngoetomo; 35. Hadji Afandi; 36. Hadji
Soewignjo; 37. Hadji Doelah; 38. Amat Is; 39. Hadji Soewignyo; 40. Sakidi; 41.
Nyonya Sakidi; 42. Sarman; 43. Soemokidjan; 44. Irawan; 45. Soemarno; 46.
Marni; 47. Kaslan; 48. Soetokarijo; 49. Kasan Redjo; 50. Soeparno; 51. Soekar;
52. Samidi; 53. Soebandi; 54. Raden Noto Amidjojo; 55. Soekoen; 56. Pangat B;
57. Soeparno; 58. Soetojo; 59. Sarman; 60. Moekiman; 61. Soekiman; 62.
Pangat/Hardjo; 63. Sarkoen B; 64. Sarkoen A; 65. Kasan Diwirjo; 66. Moeanan;
67. Haroen; 68. Ismail. ada sekitar 40 mayat tidak dikenali karena bukan warga
Magetan.
SUMUR “NERAKA” SOCO II: 1. R. Ismaiadi, Kepala Resort
Polisi Magetan; 2. R.Doerjat, Inspektur Polisi Magetan; 3. Kasianto, anggota
Polri; 4. Soebianto, anggota Polri; 5. Kholis, anggota Polri; 6. Soekir,
anggota Polri; 7. Bamudji, Pembantu Sekretaris BTT; 8. Oemar Damos, Kepala
Jawatan Penerangan Magetan; 9. Rofingi Tjiptomartono, Wedana Magetan; 10. Bani,
APP. Upas; 11. Soemingan, APP.Upas; 12. Baidowi; 13. Naib Bendo; 14. Reso
Siswojo; 15. Kusnandar, Guru; 16. Soejoedono, Adm PG Rejosari; 17. Kjai Imam Mursjid
Muttaqin, Mursyid Tarikat Syattariyah Pesantren Takeran; 18. Kjai Zoebair; 19.
Kjai Malik; 20. Kjai Noeroen; 21. Kjai Moch. Noor.”
Tindak kebiadaban FDR/PKI selama melakukan aksi
makarnya tahun 1948 yang disaksikan puluhan ribu penduduk laki-laki, perempuan,
tua, muda, anak-anak yang menonton pengangkatan jenazah para korban dari
sumur-sumur “neraka” yang tersebar di Magetan dan Madiun, adalah rekaman
peristiwa yang tidak akan terlupakan. Peristiwa pembongkaran sumur-sumur
“neraka” itu telah memunculkan asumsi abadi dalam ingatan bawah sadar
masyarakat bahwa PKI memiliki hubungan erat dengan pembunuhan manusia yang
dimasukkan ke dalam sumur “neraka”. Itu sebabnya, ketika tanggal 1 Oktober 1965
tersiar kabar para jenderal TNI AD diculik PKI dan kemudian ditemukan sudah
menjadi mayat di dalam sumur “neraka” Lubang Buaya di dekat Halim, amarah
masyarakat seketika meledak terhadap PKI, termasuk di lingkungan aktivis
Gerakan Pemuda Ansor yang sejak 1964 membentuk Barisan Ansor Serbaguna (Banser)
di berbagai daerah yang dilatih kemiliteran karena memenuhi keinginan Presiden
Soekarno membentuk kekuatan sukarelawan untuk mengganyang Malaysia, di mana
anggota Banser yang emosinya tak terkendali – terutama setelah tewasnya 155
orang anggota Ansor Banyuwangi yang dibunuh PKI – dimanfaatkan oleh pihak
militer untuk bersama-sama menumpas kekuatan PKI yang telah membunuh para
jenderal mereka.
2.3 UPAYA PENCEGAHAN DISENTEGRASI BANGSA
1.
Hukum di Indonesia
harus tegas demi menjaga persatuan ( integrasi ), serta tidak menimbulkan
perpecahan ( disintegrasi ) wilayah dan ideologi.
2.
Hukum di Indonesia
harus berdasarkan Pancasila dan tidak untuk mementingkan golongan ataupun
pribadi melainkan demi kepentingan negara.
3.
Keadilan harus
dijunjung tinggi, tidak ada penyalahgunaan hukum ataupun penindasan.
4.
Toleransi antar agama,
suku, dan ras harus ditingkatkan.
5.
Meningkatkan rasa
nasionalisme.
6.
Upaya integrasi
nasional harus dijalankan semaksimal mungkin dan dilakukan oleh setiap warga
negara.
BAB 3
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pemaparan materi di atas, dapat disimpulkan bahwa:
1. G-30 S/PKI merupakan perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut dan memperluas kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya. Oleh karena itu, gerakan pemberontakan ini telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk negara komunis.
1. G-30 S/PKI merupakan perbuatan PKI dalam rangka usahanya untuk merebut dan memperluas kekuasaan di negara Republik Indonesia dengan memperalat oknum ABRI sebagai kekuatan fisiknya. Oleh karena itu, gerakan pemberontakan ini telah dipersiapkan jauh sebelumnya dan tidak terlepas dari tujuan PKI untuk membentuk negara komunis.
2. Akibat dari gerakan ini, banyak korban-korban yang
berjatuhan. Dari sekian banyak korban yang terbunuh, terdapat tujuh orang
Panglima Angkatan Darat, yakni Letjend A. Yani, Mayjend R.Soeprapto, Mayjend
M.T Haryono, Mayjend S. Parman, Brigjend D.I Pandjahitan, Brigjend Soetojo
Siswomihardjo, dan Letjend I P.A Tedean.
3. Penumpasan G-30 S/PKI yang dipimpin oleh Pangkostrad Mayjen
Soeharto dan kemudian beliau memerintahkanKolonelSarwo Edi Wibowodenganhasil :
a. Tanggal 1 Oktober 1965 berhasil menguasai kembali RRI Pusat dan gedung pusat Telekomunikasi.
b. Tanggal 2 Oktober 1965 menguasai lapangan udara Halim Perdana Kusuma yang dijadikan basis PKI.
c. Tanggal 3 Oktober 1965 pencarian jenasah para perwira AD yang diculik atas petunjuk dari seorang polisi (Sukiman) berhasil mengetahui tempat jenasahnya di sumur tua lubang buaya.
d. Tanggal 5 Oktober 1965 bertepatandengan HUT ABRI dilaksanakan pemakaman jenasah ditaman makam Pahlawan Kali bata Jakarta.
a. Tanggal 1 Oktober 1965 berhasil menguasai kembali RRI Pusat dan gedung pusat Telekomunikasi.
b. Tanggal 2 Oktober 1965 menguasai lapangan udara Halim Perdana Kusuma yang dijadikan basis PKI.
c. Tanggal 3 Oktober 1965 pencarian jenasah para perwira AD yang diculik atas petunjuk dari seorang polisi (Sukiman) berhasil mengetahui tempat jenasahnya di sumur tua lubang buaya.
d. Tanggal 5 Oktober 1965 bertepatandengan HUT ABRI dilaksanakan pemakaman jenasah ditaman makam Pahlawan Kali bata Jakarta.
4. Kegagalan G-30 S/PKI, berarti bahwa pemerintahan Orde Lama.
Dan pada tanggal 1 Oktober 1965 menjadi awal proses peralihan dari pemerintahan
Orde Lama ke Orde Baru, yaitu orde atau tatanan yang secara murni dan
konsekuen. Mulainya Orde Baru ditadai dengan Surat Perintah sebelas Maret 1966
(Supersemar) dari Presiden Soekarno kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk
mengambil tindakan-tindakan yang perlu demi keamanan bangsa dan negara.
Berdasarkan pada Supersemar tersebut, tanggal 12 Maret 1966, Soeharo
membubarkan PKI dengan segenap organisasi massa dan organisasi politiknya.
3.2 SARAN
Untuk mendukung terciptanya keberhasilan suatu
kebijakan dan strategi pertahanan serta upaya-upaya apa yang akan ditempuh,
maka disarankan beberapa langkah sebagai berikut :
a)
Pemerintah
perlu mengadakan kajian secara akademik dan terus menerus agar didapatkan suatu
rumusan bahwa nasionalisme yang berbasis multi kultural dapat dijadikan ajaran
untuk mengelola setiap perbedaan agar muncul pengakuan secara sadar/tanpa
paksaandari setiap warga negara atas kemejemukan dengan segala perbedaannya.
b)
Setiap pemimpin
dari tingkat desa sampai dengan tingkat tertinggi, dalam membuat aturan atau
kebijakan haruslah dapat memenuhi ke terwakilan semua elemen masyarakat sebagai
warganegara.
c)
Setiap warga
negara agar memiliki kepatuhan terhadap semuaaturan dan tatanan yang berlaku,
kalau perlu diambil sumpah sepertihalnya setiap prajurit yang akan menjadi anggota
TNI dan tata carapenyumpahan diatur dengan Undang-undang
DAFTAR PUSTAKA
Setiyono, Budi;
"REVOLUSI BELUM SELESAI: Kumpulan Pidato Presiden Soekarno 30 September
1965"; Nawaksara, Jakarta; 2003
Buku Paket Sejarah Indonesia kelas 12 kurikulum 13
Center for Information Analysis. 2004. Gerakan 30 September : Antara Fakta
dan Rekayasa, Berdasarkan Kesaksian Para Pelaku Sejarah, Yogyakarta, Media
Pressindo.
Ong Hok Ham, Refleksi tentang Peristiwa G 30 S ( Gestok) 1965 dan Akibat-
Akibatnya, OSS, 1943, Japanese Infiltration Among The Muslims Throughout The
World, E-Asia University of Oregon Libraries.
0 komentar:
Posting Komentar